Sunday, 7 June 2015

Sebentar Saja


Sore ini beda dari hari sebelumnya, entah, entah apa yang terjadi, aku juga nggak begitu paham. Entah apa yang ada dalam kepalaku. Pendingin ruangan lumayan membuatku menggigil, aku abaikan tanpa aku pedulikan. Aku duduk di sini, dalam temaram tempat kerja yang hampa cahaya. Ia sengaja nggak aku nyalakan, hanya layar komputer yang memberikan seberkas cahaya di depan mukaku.

Hai Apa kabar, Sayang? Akhir-akhir ini, hidupku seperti roda. Menggelinding tanpa henti. Sepanjang waktu, selama jalan membentang sampai ke kejauhan. Aku pergi ke mana saja aku bisa. Aku bahkan nggak tau aku ini kenapa, banyak yang bilang aku gila, aku sakit, separah itukah  aku, ya ini aku yang berusaha tersenyum. Kamu percaya itu? Fisikku tidak sekuat tekadku sejak aku masih kecil. Aku mungkin senang main bola dan memanjat pohon seperti anak lelaki, tetapi bukan berarti aku tidak pernah jatuh. Sering.

Aku sedang mencoba menguatkan diriku, Sayang. Mengembalikan diriku lagi seperti dulu, sebelum kamu ada. Kepergianmu walau hanya sebentar sudah mengoyak diriku menjadi jutaan serpihan, yang kukira tak bisa lagi direkat menjadi utuh. Serpihan-serpihan itu akan menjadi bubuk yang berhamburan terbang tertiup angin, jika aku tak segera memungutinya satu per satu, meskipun itu mustahil. Maka, kuputuskan untuk berjalan, menyusuri tepian dunia. Mencari setiap serpihan yang tercecer itu, memungutnya, memeluknya dalam dekapan agar terlindung dari badai kenangan, yang selalu mengincar berputar-putar di sekelilingku.

Tentu saja kamu tahu aku. Aku tidak mudah menyerah hanya karena badai picisan. Dan di sinilah aku sekarang, Sayang. Masih di tengah perjalanan, tetapi kuputuskan untuk berhenti sejenak. Aku ingin melihatmu sebentar. Merindukanmu sungguh. Seluruh diriku yang telah hampa terisi lagi penuh oleh emosi. Datang begitu deras, seolah hendak menghanyutkan diriku dalam sungai berair gelap. Apakah kamu senang bermain di sana? Aku membayangkan kamu sedang duduk memandangiku dari tepi awan-awan senja di luar jendela. Lihat, aku melambaikan tanganku. Kamu lihat? Apakah saat ini kamu tengah tersenyum lebar dengan mata berbinar?

Maafkan aku tak bisa memelukmu saat ini. Aku ingin sekali, tetapi belum saatnya bagi kita untuk itu. Aku memelukmu dengan doa, Sayang. Dan doakanlah juga aku. Aku akan melanjutkan perjalananku lagi. Di jalan yang membentang sampai entah di mana. Di ujungnya kita akan bertemu. Ambillah rumah yang bagus di sana. Dan berikan satu kamar saja untukku. Kecil pun tak mengapa, tetapi letakkan di sebelah kamarmu. Agar aku bisa masuk diam-diam, dan memandangimu saat terlelap.

Sesuatu yang sangat ingin kulakukan sekarang, tetapi tak bisa. Langit sudah gelap. Aku harus berjalan lagi, Sayang. Masih banyak serpihan yang harus kucari di luar sana. Bermainlah dengan gembira. Dan jangan nakal, ya.
 
Eko Prasetya Nugraha [ Ozhu ToRemember ]

No comments:

Post a Comment