Wednesday, 3 June 2015

Sedikit Saja Tentang Hujan

Rain ...
Source: Fineart

“tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu”

― Sapardi Djoko Damono, Hujan Bulan Juni

Hari ini Rabu 6 Juni 2015, sore 16.04 WIB. Hujan deras mengguyur kota ku. Awalnya biasa, tapi seperti pertanda, entah pertanda apa.

Pandanganku terhenti pada pantulan air yang jatuh sangat kencang hingga membentuk mahkota sekilas. Pikiranku melangkah jauh, hanyut bersama aliran air yang kesepian itu. Percikan air yang terbentur keras kedataran itu memenuhi telingaku, membuatku tuli dan memaksaku diam untuk beberapa saat dihadapannya. Inilah saat-saat paling romantis yang dipersembahkan alam untuk lamunan tentang semua hal. Terimakasih Tuhan, hujan itu datang lagi.

Hujan... Aromanya tentang ketenangan yang pernah aku rasakan. Iramanya tentang bahagia yang tak berbatas. Rintiknya tentang hitungan detik setiap keindahan yang hadir. Momennya, tentang apa yang selalu aku tunggu. Aku suka hujan, sangat menyukainya. Aku mencintai hujan dari segala sisinya.

Hujan adalah anugerah indah yang Tuhan turunkan dengan jutaan tujuan mulia pada setiap tetesnya. Hujan adalah sosok  yang pemberani, sekaligus sosok paling tulus yang pernah aku temui. Bagaimana tidak, ia melakukan perjalanan mengerikan dari tempat yang sangat tinggi, hanya demi sebuah kehidupan. Ia selalu datang kembali meski sakit yang kemarin ia rasakan pun belum sempat bertemu penawarnya. Pernahkah seseorang berpikir mampu menggantikan posisi hujan? Mampu menjadi sosok sekuat hujan?

Meski hujan hadir dengan semua hal menakjubkan yang ia punya, tak jarang orang mengeluhkannya, tak ada yang mau bermain dengannya, ia dijauhi semua orang. Kenapa? Apakah takdir menjadi sesuatu seperti hujan pantas disalahkan?

Sadarkah? Hujanlah yang membuat matahari, bulan dan bintang beristirahat dari tugas yang mereka jalankan setiap hari. Hujan turun membawa seribu warna, pada pelangi, pada bunga-bunga yang mekar. Ia turun mendamaikan dua kelinci yang sedang bertengkar, mengistirahatkan kupu-kupu yang kelelahan pada takdirnya, menciptakan pelukan pada keluarga kecil tupai yang kedinginan, menghanyutkan kepenatan alam akan kesibukan perawatnya dan masih banyak lagi kekeringan yang ia basuh serta kematian yang ia selamatkan.

Sungguh, aku benar-benar kehabisan alasan untuk tidak mensyukuri dan mencintai hujan, seperti kataku sebelumnya.

“Hey hujan, kau turun dari tempat yang belum pernah aku kunjungi. Bukankah kita sudah berteman cukup lama? Jadi, bisakah kau membawaku bermain ke tempat asalmu?”


Sepertimu hujan, tabah meski harus jatuh berkali-kali. Aku juga tidak tahu di mana ujung perjalanan tentang hujan ini, aku tidak bisa menjanjikan apa pun. Tapi, selama aku mampu, mimpi-mimpi kita adalah prioritas.

Eko Prasetya Nugraha [ Ozhu ToRemember ]

1 comment: